Saturday, 1 January 2011

Sunda yang kehilangan Rumah (2011)

Kembali hati ini mengecam kaki untuk mendaki sebuah rumah yang sudah lama terpatri.
Saat aku melihat rumah itu, aku teringat akan sesuatu, tetapi sudahlah, itu hanyalah gumam fikiranku.
Lagi, ku hentakkan jari tangan ini seraya rumah itu melambai ke arahku seakan ia berpenghuni.
Rebahlah aku di kursi ruang tamu rumah itu, dan
Anak-anak yang kecil, kurus, dan letih terus berlari ke halaman belakang, dan
Mereka pecahkan guci-guci di almari, dan
Aku pun tertunduk lesu.
Aku pun ternyata berada di rumah yang tak berpenghuni itu, dan aku malu.
Aku dan anak-anak itu telah kehilangan urat kemaluan.

Sembari menggenggam terumpet di bilah kiri tanganku, aku pun bercampur dengan mereka.
Kami terhanyut dalam buai derap langkah kami.
Aku berdiri di atas meja dan berteriak, menjerit, mengeram sebuah kejujuran.
Rumah ini menjadi lembab.
Angin panas setubuhi atap dari rumah yang kusut ini.
Kami tak peduli dan hanya bermain khalayak Sang Tuan Rumah.
Kami kuasai rumah ini, dan tumpahkan imajinasi kami.
Aku sudah bilang, kami telah kehilangan urat kemaluan.


2 comments: